Mobil Dinas Tengku Moh Hasan
Menteri PDRI “limousine” putih besar dengan nomor polisi ST-I (Sumatera
Timur I) terkenal dengan sebutan “gajah putih” karena tidak bisa
diseberangkan di rakit gadang perjalanan dari Bangkinangg ke Taluk
akhirnya diceburkan ke sungai kampar kiri
Dalam sebuah buku yang saya baca
berjudul “PDRI Dalam khasanah Kearsipan” yang diterbitkan tahun 1989
oleh Kantor arsip Nasional RI di Jakarta,oleh teman kuliah S3 saya (alm)
yang menjabat Deputi di kantor tersebut menawarkan buku tersebut kepada
saya karena dia tahu saya berasal dari Kampar.Alangkah terkejutnya saya
melihat sekilas isi buku tersebut yang secara gamblang menerangkan
bahwa Kampar punya andil besar dalam mendukung pergerakan perjuangan
PDRI pada saat Bukit Tinggi dikepung oleh tentara Belanda. Keakuratan
isi buku tersebut tidak diragukan lagi selain diterbitkan oleh sebuah
lembaga yang memiliki kewenangan dibidang pengumpulan dokumen-dokumen
nasional, juga disusun menurut kaidah-kaidah ilmiah dengan menggunakan
metode kualitatif yakni wawancara langsung dengan pelaku-pelaku sejarah
Pimpinan PDRI yang masih hidup saat penulisan yang disertai
dokumen-dokumen.
Sebelum Yogyakarta diserbu Belanda,
sekitar bulan Nopember 1948 Pimpinan RI telah mencium gelagat busuk
Belanda tersebut,maka Wakil Presiden/Perdana Menteri RI Bung Hatta telah
menyusun strategi untuk mempersiapkan pembentukan pemerintahan darurat
di Sumatra.Bung Hatta dibantu oleh Sjafruddin Prawiranegara selaku
Menteri Kemakmuran beserta pejabat tinggi lainnya Kolonel Hidayat
terbang ke Bukit Tinggi. Tak lama di Bukit tinggi bung Hatta dipanggil
kembali ke Yogya untuk mengikuti perundingan dengan Belanda kemudian
tersiar berita bahwa Soekarno,Hatta dan beberapa pejabat lainnya ditawan
Belanda.Namun sebelum ditawan belanda Presiden RI Soekarno dan Hatta
sempat mengadakan sidang untuk memberi mandat kepada Mr Sjafruddin
Prawiranegera membentuk pemerintahan darurat di Bukit Tinggi.
Beberapa kota setelah dibom berkali-kali
kemudian diduduki Belanda,dimana-mana pertahanan tentara RI dapat
ditembus Belanda termasuk di Sumatera.Serangan belanda ke Bukit Tinggi
dilakukan dengan mendaratkan pasukannya di Danau Singkarak, kemudian
bergerak ke Utara pada hari Selasa 21 desember 1948 tentara Belanda
telah merebut kota Padang Panjang dan hari berikutnya memasuki kota
Bukit Tinggi.Sebelumnya Mr Sjafruddin Prawiranegara tidak tahu kalau
dirinya diberi mandat oleh Presiden RI Soekarno dan Hatta sebagai Ketua
pemerintahan darurat di Bukit Tinggi kemudian pada tanggal 22 Desember
1948 dirumah mantan Admministrattur perkebunan di Halaban Payahkumbuh
dikukuhkanlah pembentukan PDRI dengan susunan kabinet : Mr Sjafruddin
Prawiranegara sebagai Ketua PDRI merangkap menteri pertahanan,menteri
Penerangan dan ad interim Menteri Luar Negeri, Mr Maramis, Mr Teuku Moh
Hasan sebagai wakil Ketua Pemerintahan merangkap Menteri Dalam Negeri,
Menteri P dan K dan Menteri Agama dan beberapa menteri lainnya,termasuk
pengangkatan Jendral Sudirman sebagai Panglima Besar Angkatan Perang dan
Kolonel Hidayat sebagai Panglima Teritorium sumatera, Kolonel Udara
Soejono sebagai KASAU PDRI.Karena Kota Bukit Tinggi pada saat itu sudah
tidak aman maka Ketua PDRI serta jajaran Menterinya memutuskan untuk
mencari lokasi yang aman,sebagaimana penuturan Sjafruddin Prawairanegara
(29 Mei 1979) ...” maka kami mencari-cari dimana kira-kira Pemerintahan
darurat akan ditempatkan,akhirnya kami memutuskan untuk memutuskan
mumusatkan Ibukota pemerintahan di wilayah selatan” (yang dimaksud Kota
Bangkinang Kampar). Berkejar dengan waktu begitu tahu bahwa Belanda
sudah sampai di Baso menuju Payahkumbuh sedangkan pimpinan PDRI masih
berada di Halaban ke Payahkumbuh menuju ke Bangkinang Kampar, akhirnya
pejuang PDRI lebih dahuluan sampai di Payahkumbuh daripada Belanda.
Akhirnya pada malam hari sampai di rumah kewedanaan Bangkinang dan
menginap satu malam.Rombongan pimpinan PDRI dikawal oleh mobil brigade
dan tentara sebanyak 30 orang,Ketua PDRI/Menteri pertahanan menginap
dirumah Wedana Bangkinang sedangkan menteri-menteri lainnya berpencar
untuk menghindari serbuan belanda secara sporadis.Rencana semula
keesokan harinya Ketua PDRI serta menteri-menterinya akan mengadakan
sidang di rumah Kewedanaan Bangkinang untuk menyusun strategi
pemerintahan darurat RI karena di Bukit Tinggi sudah dibombardir
Belanda,namun keberadaan PDRI di Bangkinang sudah diketahui
belanda.Sebagaimana pengakuan Soejono mantan KASAU PDRI (24 Februauri
1989)...” pagi-pagi benar belanda menyerang dari Udara,tiga truk yang
berada dihalaman Kewedanaan bangkinang dan diparkir dilapangan terbuka
dihajar mereka.Kalau tidak salah tiga orang pasukan kita tewas.Saya
berada hampir sepuluh rumah dari rumah pak Sjafruddin masih sempat lari
dan menyelamatkan radio”. Sama dengan pengakuan Marjono Danubroto
Sekretaris PDRI ..” kira-kira jam sembilan pagi kami diperintahkan untuk
berkumpul dirumah kediaman Wedana Bangkinang,belum lagi sidang dimulai
tiba-tiba terdengar suara pesawat terbang diatas rumah dengan suara
gemuruh disertai berondongan mitraliur berkali-kali.Rapat bubar
masing-masing mencari perlindungan.....”. Menggambarkan suasana mencekam
yang dialami para tokoh PDRI selama diBangkinang ada sebuah cerita lucu
yang dituturkan oleh Sjafruddin Prawiranegara “....saat yang takkan
pernah saya lupakan di Bangkinang waktu pesawat Belanda memborbardir
drum-drum berisi bensin meledak dan terbakar menimbulkan kepanikan
rakyat dan kami pimpinan PDRI,kami bertiarap di kebun masyarakat mencari
perlindungan,..lalu saya bercanda dengan Mr Abdul Karim hati-hati tu
pesawat Belanda diatas kepala kita lalu dia bilang “ hus hati-hati nanti
kedengaran oleh Belanda” pada hal pesawat belanda tersebut jauh diatas
kami lagian mana mungkin kedengaran suara orang dibawah oleh tentara
Belanda yang di atas peswat sana ..” Karena kedudukan pimpinan PDRI di
Bangkinang sudah tidak aman keesokan harinya bergerak rencananya menuju
Pekan Baru tapi Pekan Baru juga sudah dikuasai Belanda akhirnya
rombongan menuju ke Teratak Buluh, Lipatkain,Taluk Kuantan,
Muaralembuh,Logas seterusnya ke Sungai Rareh (lokasi tranmigrasi
Sitiung) Selatan Sijunjung dari sini rombongan berpencar ada yang menuju
sungai Batang hari Jambi.Sedangkan Kolonel Soejono Panglima Teritorium
Sumatera kembali Halaban untuk menyelematkan dua radio tranmitter yang
disembunyikan disitu.
Ada satu lagi kenangan yang tak
terlupakan Mr Sjafruddin Prawiranegara Ketua PDRI merangkap Menteri
Pertahanan,Menteri Penerangan dan ad interim Menteri Luar Negeri selama
berada di Kampar, pada saat rombongan pimpinan PDRI melewati Rakit
Godang sungai Kampar Kiri menuju Taluk karena rakitnya kecil jadi mobil “
Limousine” putih besar mobil dinas Tengku Moh Hasan Wakil Ketua
Pemerintahan PDRI merangkap Menteri Dalam Negeri,Menteri P dan K,dan
Menteri Agama dengan nomor polisi ST- I (Sumatera Timur I) diceburkan ke
sungai Kampar Kiri. Sebagaimana penuturan Mr Sjafruddin Prawiranegera (
29 Mei 1979) “....yang terkesan juga bagi saya adalah ketika berangkat
dari Bangkinang ke Taluk kita harus menyeberang sungai Kampar
Kiri.Kalinya tidak lebar tetapi rakitnya terlalu kecil.Tengku Moh Hasan
memiliki sebuah “limousine” putih besar dengan nomor polisi ST-I
(Sumatera Timur I) terkenal dengan sebutan “gajah putih” tentu saja si
gajah putih ini dan mobil-mibil besar lainnya tidak bisa
diseberangkan.Hanya mobil jeef saja dengan susah payah bisa
diseberangkan.Apa boleh buat dengan bismillah....mobil itu dimasukkan
kedalam sungai kampar kiri dari pada jatuh ketangan Belanda lebih
baikdimasukkan ke sungai”. Sampai saat sekarang tidak ada keterangan
lebih lanjut mengenai keberadaan mobil-mobil yang bernilai sejarah
tersebut “ limousine” dan beberapa mobil-mobil besar lainnya yang
diceburkan ke sungai kampar kiri. Barangkali kalau belum pernah ada
orang/instansi yang mengambilnya bisa dilakukan upaya-upaya untuk
mengangkatnya dari dasar sungai yang memiliki nilai sejarah yang tak
ternilai harganya.
Dari kilas sejarah diatas menunjukkan
bahwa kendatipun Bangkinang hanya dijadikan sebagai pusat pemerintahan
PDRI dalam waktu singkat kurang lebih 2 (dua) malam namun memilki andil
yang signifikan dalam pergerakan perjuangan PDRI karena menjalankan roda
pemerintahan kala itu tidak menetap di Bukit Tinggi tapi
berpindah-pindah dari satu tempat-ketempat lain yang lebih aman. Selama
Tokoh PDRI berada di bangkinang jua dilengkapi dengan peralatan
komunikasi yakni radion transmitter dan mobile x-mitter tiga buah untuk
PHB (sandi komunikasi). Melalui alat komunikasi yang ada tersebut
pimpinan PDRI beserta Menteri-Menterinya melakukan komunikasi dengan
tokoh-tokoh pejuang yang ada di Sumatera,Jawa,Singapur bahkan ke India
untuk mendapat informasi hasil perundingan-perundingan antara pimpinan
RI dengan Belanda. Jadi Bangkinang Kampar terukir dalam secara nasional
pernah menjadi pusat komando pergerakan PDRI di Sumatera.
Kemudian Dalam sidang kabinet tanggal 13
Juli 1949 ketua PDRI Mr Sjafruddin Prawiranegera secara resmi
mengembalikan mandatnya yang diterimanya sejak tanggal 19 desember 1948
dari dan kepada presiden dan Wakil Presiden/Perdana Menteri. Pusat
pemerintahan RI kembali ke Yogyakarta setelah Sri Sultan Hamenkubuwono
IX telah bekerja keras mendesak belanda keluar dari Yogyakarta. Dan Pada
tanggal 6 Juli 1949 Presiden Soekarno dan Hatta beserta sejumlah
pembesar RI yang ditawan belanda di bangka telah kembali ke
Yogyakarta,serta Mr Sjafruddin Prawiranegara Ketua PDRI beserta
menteri-menterinya menyusul beberapa hari kemudian ke Yogkarta.
Ada dua hal yang menarik disimak
berkaitan dengan cikal bakal terbentuknya pemerintahan Propinsi
Riau,pertama, selama PDRI di sumatera dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah
kerja Komisaris Pemerintahan : Daerah Sumatera Utara yang meliputi :
keresidenan Aceh,Tapanuli dan sumatera Timur,Daerah Sumatera Tengah
meliputi keresidenan Sumatera Barat,Riau dan Jambi, dan Daerah Sumatera
selatan meliputi :Keresidenan Palembang, Bengkulu, Lampung,Bangka dan
Bilitung. Untuk Komisaris pemerintahan Sumatera Tengah (termasuk Riau)
dijabat oleh Mr M.Nasroen,sedangkan Riau dipimpin oleh Gubernur Militer
yang berada dibawah koordinasi Komisaris Pemerintahan. Kedua, Gubernur
Militer Riau M.Utoyo melalui radiogram pernah menyelenggarakan
pemerintahan dimana Wedana dan Camat diangkat sebagai Hakim Pengadilan
Negeri disamping menjalankan tugasnya sebagai pamong.
Dari cukilan sejarah diatas menunjukkan
bahwa Kampar memiliki andil besar dalam pergerakan perjuangan demi
mempertahankan kemerdekaan RI, kita generasi sekarang berkewajiban untuk
mengisi kemerdekaan tersebut.Melalui hari jadi Kabupaten Kampar ke 62
tahun ini mari kita bahu-membahu untuk memajukan Kabupaten Kampar
kedepan.Mari kita tepis sebuah mitos yang mengatakan bahwa daerah-daerah
yang dulu pernah berjaya seperti di Kampar (Pusat Kerajaan Sriwijaya di
Muara Takus) atau Kabupaten yang tertua akan sulit maju.Kita
berkeyakinan bahwa kedepan dengan pendekatan agama dibawah kepemimpinan
Bupati Kampar H Jefri Noer dan Wakil Bupati Ibrahim Ali Kabupaten Kampar
akan maju seperti daerah-daerah lainnya ditanah air.
assalamualaikum wr wb,, pak,,, dimana saya bisa dapat data ini pak,,,saya sedang penelitian kegiatan sjafruddin di bangkinang,,, siapakah orang yang masih bisa saya temui disana,,,
BalasHapusterima kasih infonya. salam kenal dari travesia
BalasHapus