Minggu, 19 Februari 2012

BANGKINANG PERNAH JADI PUSAT PDRI ( Pemerintah Darurat Republik Indonesia)

Mobil Dinas Tengku Moh Hasan Menteri PDRI “limousine” putih besar dengan nomor polisi ST-I (Sumatera Timur I) terkenal dengan sebutan “gajah putih” karena tidak bisa diseberangkan di rakit gadang perjalanan dari Bangkinangg ke Taluk akhirnya diceburkan ke sungai kampar kiri


Dalam sebuah buku yang saya baca berjudul “PDRI Dalam khasanah Kearsipan” yang diterbitkan tahun 1989 oleh Kantor arsip Nasional RI di Jakarta,oleh teman kuliah S3 saya (alm) yang menjabat Deputi di kantor tersebut menawarkan buku tersebut kepada saya karena dia tahu saya berasal dari Kampar.Alangkah terkejutnya saya melihat sekilas isi buku tersebut yang secara gamblang menerangkan bahwa Kampar punya andil besar dalam mendukung pergerakan perjuangan PDRI pada saat Bukit Tinggi dikepung oleh tentara Belanda. Keakuratan isi buku tersebut tidak diragukan lagi selain diterbitkan oleh sebuah lembaga yang memiliki kewenangan dibidang pengumpulan dokumen-dokumen nasional, juga disusun menurut kaidah-kaidah ilmiah dengan menggunakan metode kualitatif yakni wawancara langsung dengan pelaku-pelaku sejarah Pimpinan PDRI yang masih hidup saat penulisan yang disertai dokumen-dokumen.
Sebelum Yogyakarta diserbu Belanda, sekitar bulan Nopember 1948 Pimpinan RI telah mencium gelagat busuk Belanda tersebut,maka Wakil Presiden/Perdana Menteri RI Bung Hatta telah menyusun strategi untuk mempersiapkan pembentukan pemerintahan darurat di Sumatra.Bung Hatta dibantu oleh Sjafruddin Prawiranegara selaku Menteri Kemakmuran beserta pejabat tinggi lainnya Kolonel Hidayat terbang ke Bukit Tinggi. Tak lama di Bukit tinggi bung Hatta dipanggil kembali ke Yogya untuk mengikuti perundingan dengan Belanda kemudian tersiar berita bahwa Soekarno,Hatta dan beberapa pejabat lainnya ditawan Belanda.Namun sebelum ditawan belanda Presiden RI Soekarno dan Hatta sempat mengadakan sidang untuk memberi mandat kepada Mr Sjafruddin Prawiranegera   membentuk pemerintahan darurat di Bukit Tinggi.
Beberapa kota setelah dibom berkali-kali kemudian diduduki Belanda,dimana-mana pertahanan tentara RI dapat ditembus Belanda termasuk di Sumatera.Serangan belanda ke Bukit Tinggi dilakukan dengan mendaratkan pasukannya di Danau Singkarak, kemudian bergerak ke Utara pada hari Selasa 21 desember 1948 tentara Belanda telah merebut kota Padang Panjang dan hari berikutnya memasuki kota Bukit Tinggi.Sebelumnya Mr Sjafruddin Prawiranegara tidak tahu kalau dirinya diberi mandat oleh Presiden RI Soekarno dan Hatta sebagai Ketua pemerintahan darurat di Bukit Tinggi kemudian pada tanggal 22 Desember 1948 dirumah mantan Admministrattur perkebunan di Halaban Payahkumbuh dikukuhkanlah pembentukan PDRI dengan susunan kabinet : Mr Sjafruddin Prawiranegara sebagai Ketua PDRI merangkap menteri pertahanan,menteri Penerangan dan ad interim Menteri Luar Negeri, Mr Maramis, Mr Teuku Moh Hasan sebagai wakil Ketua Pemerintahan merangkap Menteri Dalam Negeri, Menteri P dan K dan Menteri Agama dan beberapa menteri lainnya,termasuk pengangkatan Jendral Sudirman sebagai Panglima Besar Angkatan Perang dan Kolonel Hidayat sebagai Panglima Teritorium sumatera, Kolonel Udara Soejono sebagai KASAU PDRI.Karena Kota Bukit Tinggi pada saat itu sudah tidak aman maka Ketua PDRI serta jajaran Menterinya memutuskan untuk mencari lokasi yang aman,sebagaimana penuturan Sjafruddin Prawairanegara (29 Mei 1979) ...” maka kami mencari-cari dimana kira-kira Pemerintahan darurat akan ditempatkan,akhirnya kami memutuskan untuk memutuskan mumusatkan Ibukota pemerintahan di wilayah selatan” (yang dimaksud Kota Bangkinang Kampar). Berkejar dengan waktu begitu tahu bahwa Belanda sudah sampai di Baso menuju Payahkumbuh sedangkan pimpinan PDRI masih berada di Halaban ke Payahkumbuh menuju ke Bangkinang Kampar, akhirnya pejuang PDRI lebih dahuluan sampai di Payahkumbuh daripada Belanda. Akhirnya pada malam hari sampai di rumah kewedanaan Bangkinang dan menginap satu malam.Rombongan pimpinan PDRI dikawal oleh mobil brigade dan tentara sebanyak 30 orang,Ketua PDRI/Menteri pertahanan menginap dirumah Wedana Bangkinang sedangkan menteri-menteri lainnya berpencar untuk menghindari serbuan belanda secara sporadis.Rencana semula keesokan harinya Ketua PDRI serta menteri-menterinya akan mengadakan sidang di rumah Kewedanaan Bangkinang untuk menyusun strategi pemerintahan darurat RI karena di Bukit Tinggi sudah dibombardir Belanda,namun keberadaan PDRI di Bangkinang sudah diketahui belanda.Sebagaimana pengakuan Soejono mantan KASAU PDRI (24 Februauri 1989)...” pagi-pagi benar belanda menyerang dari Udara,tiga truk yang berada dihalaman Kewedanaan bangkinang dan diparkir dilapangan terbuka dihajar mereka.Kalau tidak salah tiga orang pasukan kita tewas.Saya berada hampir sepuluh rumah dari rumah pak Sjafruddin masih sempat lari dan menyelamatkan radio”. Sama dengan pengakuan Marjono Danubroto Sekretaris PDRI ..” kira-kira jam sembilan pagi kami diperintahkan untuk berkumpul dirumah kediaman Wedana Bangkinang,belum lagi sidang dimulai tiba-tiba terdengar suara pesawat terbang diatas rumah dengan suara gemuruh disertai berondongan mitraliur berkali-kali.Rapat bubar masing-masing mencari perlindungan.....”. Menggambarkan suasana mencekam yang dialami para tokoh PDRI selama diBangkinang ada sebuah cerita lucu yang dituturkan oleh Sjafruddin Prawiranegara “....saat yang takkan pernah saya lupakan di Bangkinang waktu pesawat Belanda memborbardir drum-drum berisi bensin meledak dan terbakar menimbulkan kepanikan rakyat dan kami pimpinan PDRI,kami bertiarap di kebun masyarakat mencari perlindungan,..lalu saya bercanda dengan Mr Abdul Karim hati-hati tu pesawat Belanda diatas kepala kita lalu dia bilang “ hus hati-hati nanti kedengaran oleh Belanda” pada hal pesawat belanda tersebut jauh diatas kami lagian mana mungkin kedengaran suara orang dibawah oleh tentara Belanda yang di atas peswat sana ..” Karena kedudukan pimpinan PDRI di Bangkinang sudah tidak aman keesokan harinya bergerak rencananya menuju Pekan Baru tapi Pekan Baru juga sudah dikuasai Belanda akhirnya rombongan menuju ke Teratak Buluh, Lipatkain,Taluk Kuantan, Muaralembuh,Logas seterusnya ke Sungai Rareh (lokasi tranmigrasi Sitiung) Selatan Sijunjung dari sini rombongan berpencar ada yang menuju sungai Batang hari Jambi.Sedangkan Kolonel Soejono Panglima Teritorium Sumatera kembali Halaban untuk menyelematkan dua radio tranmitter yang disembunyikan disitu.
Ada satu lagi kenangan yang tak terlupakan Mr Sjafruddin Prawiranegara Ketua PDRI merangkap Menteri Pertahanan,Menteri Penerangan dan ad interim Menteri Luar Negeri selama berada di Kampar, pada saat rombongan pimpinan PDRI melewati Rakit Godang sungai Kampar Kiri menuju Taluk karena rakitnya kecil jadi mobil “ Limousine” putih besar mobil dinas Tengku Moh Hasan Wakil Ketua Pemerintahan PDRI merangkap Menteri Dalam Negeri,Menteri P dan K,dan Menteri Agama dengan nomor polisi ST- I (Sumatera Timur I) diceburkan ke sungai Kampar Kiri. Sebagaimana penuturan Mr Sjafruddin Prawiranegera ( 29 Mei 1979) “....yang terkesan juga bagi saya adalah ketika berangkat dari Bangkinang ke Taluk kita harus menyeberang sungai Kampar Kiri.Kalinya tidak lebar tetapi rakitnya terlalu kecil.Tengku Moh Hasan memiliki sebuah “limousine” putih besar dengan nomor polisi ST-I (Sumatera Timur I) terkenal dengan sebutan “gajah putih” tentu saja si gajah putih ini dan mobil-mibil besar lainnya tidak bisa diseberangkan.Hanya mobil jeef saja dengan susah payah bisa diseberangkan.Apa boleh buat dengan bismillah....mobil itu dimasukkan kedalam sungai kampar kiri dari pada jatuh ketangan Belanda lebih baikdimasukkan ke sungai”. Sampai saat sekarang tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai keberadaan mobil-mobil yang bernilai sejarah tersebut “ limousine” dan beberapa mobil-mobil besar lainnya yang diceburkan ke sungai kampar kiri. Barangkali kalau belum pernah ada orang/instansi yang mengambilnya bisa   dilakukan upaya-upaya untuk mengangkatnya dari dasar sungai yang memiliki nilai sejarah yang tak ternilai harganya.
Dari kilas sejarah diatas menunjukkan bahwa kendatipun Bangkinang hanya dijadikan sebagai pusat pemerintahan PDRI dalam waktu singkat kurang lebih 2 (dua) malam namun memilki andil yang signifikan dalam pergerakan perjuangan PDRI karena menjalankan roda pemerintahan kala itu tidak menetap di Bukit Tinggi tapi berpindah-pindah dari satu tempat-ketempat lain yang lebih aman. Selama Tokoh PDRI berada di bangkinang jua dilengkapi dengan peralatan komunikasi yakni radion transmitter dan mobile x-mitter tiga buah untuk PHB (sandi komunikasi). Melalui alat komunikasi yang ada tersebut pimpinan PDRI beserta Menteri-Menterinya melakukan komunikasi dengan tokoh-tokoh pejuang yang ada di Sumatera,Jawa,Singapur bahkan ke India untuk mendapat informasi hasil perundingan-perundingan antara pimpinan RI dengan Belanda. Jadi Bangkinang Kampar terukir dalam secara nasional pernah menjadi pusat komando pergerakan PDRI di Sumatera.
Kemudian Dalam sidang kabinet tanggal 13 Juli 1949 ketua PDRI Mr Sjafruddin Prawiranegera secara resmi mengembalikan mandatnya yang diterimanya sejak tanggal 19 desember 1948 dari dan kepada presiden dan Wakil Presiden/Perdana Menteri. Pusat pemerintahan RI kembali ke Yogyakarta setelah Sri Sultan Hamenkubuwono IX telah bekerja keras mendesak belanda keluar dari Yogyakarta. Dan Pada tanggal 6 Juli 1949 Presiden Soekarno dan Hatta beserta sejumlah pembesar RI yang ditawan belanda di bangka telah kembali ke Yogyakarta,serta Mr Sjafruddin Prawiranegara Ketua PDRI beserta menteri-menterinya menyusul beberapa hari kemudian ke Yogkarta.
Ada dua hal yang menarik disimak berkaitan dengan cikal bakal terbentuknya pemerintahan Propinsi Riau,pertama, selama PDRI di sumatera dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah kerja Komisaris Pemerintahan : Daerah Sumatera Utara yang meliputi : keresidenan Aceh,Tapanuli dan sumatera Timur,Daerah Sumatera Tengah meliputi keresidenan Sumatera Barat,Riau dan Jambi, dan Daerah Sumatera selatan meliputi :Keresidenan Palembang, Bengkulu, Lampung,Bangka dan Bilitung. Untuk Komisaris pemerintahan Sumatera Tengah (termasuk Riau) dijabat oleh Mr M.Nasroen,sedangkan Riau dipimpin oleh Gubernur Militer yang berada dibawah koordinasi Komisaris Pemerintahan. Kedua, Gubernur Militer Riau M.Utoyo melalui radiogram pernah menyelenggarakan pemerintahan dimana Wedana dan Camat diangkat sebagai Hakim Pengadilan Negeri disamping menjalankan tugasnya sebagai pamong.
Dari cukilan sejarah diatas menunjukkan bahwa Kampar memiliki andil besar dalam pergerakan perjuangan demi mempertahankan kemerdekaan RI, kita generasi sekarang berkewajiban untuk mengisi kemerdekaan tersebut.Melalui hari jadi Kabupaten Kampar ke 62 tahun ini mari kita bahu-membahu untuk memajukan Kabupaten Kampar kedepan.Mari kita tepis sebuah mitos yang mengatakan bahwa daerah-daerah yang dulu pernah berjaya seperti di Kampar (Pusat Kerajaan Sriwijaya di Muara Takus) atau Kabupaten yang tertua akan sulit maju.Kita berkeyakinan bahwa kedepan dengan pendekatan agama dibawah kepemimpinan Bupati Kampar H Jefri Noer dan Wakil Bupati Ibrahim Ali Kabupaten Kampar akan maju seperti daerah-daerah lainnya ditanah air.

2 komentar:

  1. assalamualaikum wr wb,, pak,,, dimana saya bisa dapat data ini pak,,,saya sedang penelitian kegiatan sjafruddin di bangkinang,,, siapakah orang yang masih bisa saya temui disana,,,

    BalasHapus
  2. terima kasih infonya. salam kenal dari travesia

    BalasHapus